Jakarta - Menristekdikti bersama Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Global Development Network (GDN) dengan didukung oleh PUSKAKOM UI dan Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) mengadakan diskusi tentang hasil penelitian terkait dengan pemikiran kembali soal penelitian di Indonesia, baik kebijakan maupun praktiknya. Program yang diselenggarakan pada tanggal pada tanggal 6 April 2016 di Auditorium LIPI ini ingin turut serta dalam mendorong penggunaan data berdasarkan penelitian untuk pembuatan kebijakan publik. Beberapa penelitian diselenggarakan untuk memetakan hambatan dalam penyelenggaraan penelitian di Indonesia agar sektor pengetahuan bisa bekerja secara efektif untuk memengaruhi pembuatan kebijakan. (6/4)
Pada era globalisasi ini, Indonesia menghadapi tantangan untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain dalam ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy). Reformasi di bidang penelitian, baik dalam kebijakan maupun praktik mendesak untuk dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Knowledge Sector Initiative (KSI) merekomendasikan pentingnya penyederhanaan sistem adminstrasi pelaporan penelitian. Demikian pula dengan sistem monitoring dan evaluasi yang perlu difokuskan pada output penelitian yang berkualitas.
Di negara dengan penduduk 250 juta orang, Indonesia masih kekurangan peneliti berkualitas, terutama peneliti muda. Jumlah peneliti pada lembaga penelitian pemerintah hanya sekitar 9.000 peneliti. Secara kualitas, penelitian di Indonesia masih belum memuaskan di tingkat global, yang diukur dari rendahnya jumlah artikel yang dipublikasikan dalam peer review jurnal internasional. “Kedepannya ada suatu pengembangan research yang dilakukan dalam satu publication”, ucap Menteri Nasir.
Hasil survei tahun 2015 menyebutkan hanya Universitas Indonesia yang masuk dalam daftar 1.000 universitas top dunia, dengan menempati urutan 600-800 yang termasuk dalam kategori rendah secara kualitas. Di samping itu, kebijakan penelitian masih belum kondusif dalam memproduksi, mengakses, dan menggunakan data/hasil penelitian.
Persoalan mendasar lain yang terkait dengan rendahnya kinerja penelitian di Indonesia adalah terbatasnya alokasi pendanaan untuk penelitian. Indonesia merupakan negara dengan investasi terendah dalam bidang penelitian. Alokasi anggaran penelitian hanya berkisar 0,09% dari PDB, sangat rendah jika dibandingkan dengan negara berpenghasilan menengah lain seperti Malaysia dengan investasi sebesar 0,6%, Thailand 0,26%, dan China 1,47%. Maka dari itu bersama AIPI (Akademik Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang telah menginisiasi adanya Indonesia Science Park untuk pendanaan research kedepan, dan bekerjasama dengan luar negeri untuk menginput data pendanaan tersebut, Kemristekdikti sudah bekerjasama dengan Kemenkeu untuk pendanaan penelitian tersebut dapat segera terealisir.
Berbagai program untuk meningkatkan kualitas hasil penelitian perguruan tinggi di Indonesia telah dilakukan. Beberapa diantaranya dilakukan dengan berbagai kolaborator, termasuk organisasi pendidikan dan pembangunan dari negara-negara dengan tradisi penelitian ilmu sosial yang lebih mapan. Dalam dekade terakhir, beberapa negara di ASEAN termasuk Indonesia secara bertahap membuka model pendidikan tinggi mereka sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Namun, upaya ini belum maksimal terutama pada negara pasca-otoritarium seperti indonesia dan kamboja. Meskipun ada peningkatan alokasi dana penelitian yang dikeluarkan oleh pemerintah dan donor internasional, analisis empiris menunjukan bahwa hambatan kebijakan di tingkat nasional dan institusi telah menghambat pengembangan kualitas penelitian yang produktif, khususnya di bidang ilmu sosial. (wd/bkkp)