Universitas Simalungun (USI) bekerjasama dengan Majelis Permusyaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menggelar seminar nasional kebangsaaan sebagai bahan kajian dalam penguatan sistem pemerintahan dan pilkada serentak di Sapadia Hotel, Kamis (20/8).
Rektor USI, Prof. Dr. Marihot Manullang - menyampaikan bahwa pelaksanaan seminar kebangsan ini, tentunya memberi arti tersendiri bagi USI, khususnya untuk Fakultas Hukum dan program Pascasarjana.
Beliau juga menyampaikan terimakasih kepada MPR-RI, para narasumber serta kepada tim panitia penyelenggara. Disampaikannya, aspirasi masyarakat dan daerah dalam pelaksanaan pemilihan serentak dalam sistem multi partai, sangat penting dalam upaya memperkuat sistem pemerintahan presidensial yang telah menjadi bahan kajian untuk ditindaklanjuti dan disusun. “Melalui seminar nasional ini, saya berharap kita mendapat pemahaman yang mendalam terkait sistem ketatanegaraan, “jelasnya.
Pimpinan Badan Pengkajian MPR-RI, Dr. Bambang Sadono, SH., MH, menyebutkan bahwa MPR sebagai satu-satunya lembaga tinggi yang diberi tugas melakukan pengkajian mengenai sistem ketatanegaraan dengan tujuan memperbaiki atau menyempurnakan. Dalam hal ini, Bambang menyampaikan dan meminta agar masyarakat, khususnya akademisi, memberikan masukan untuk memperkuat sistem ketatanegaraan dalam menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang baik, yang berhubungan juga dengan sistem politik, demokrasi, agar berpegangan tetap pada falsafah Pancasila.
Dia menyampaikan, “Kita memerlukan pemikiran-pemikiran yang serius untuk memperbaiki sistem pemerintahan yang ada selama ini”. Pemilihan merupakan kegiatan politik yang penting dalam penyelenggaran kekuasaan negara pada prinsip-prinsip demokrasi. Dalam pemilihan ini, kita harapkan lahirnya pemimpin yang baik untuk mensejahterakan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjaga ketertiban dunia. Dan, yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa sistem demokrasi, politik yang merupakan sebagai turunan dari Pancasila, “terangnya.
Seminar nasional dengan tema “Pelaksanaan Pemilihan Umum Serentak dalam Sistem Multi Partai dan Upaya Memperkuat Sistem Pemerintahan Presidensial” ini juga mengahadirkan tiga narasumber, yakni Dr. Surya Perdana, SH., MHum, Riduan Manik, SH., MHum dari akademisi sekaligus mantan anggota KPU serta Galumbang Hutagalung, Ph.D yang juga masih aktif sebagai Komisioner KPU Tapanuli Utara serta Robert Tua Siregar, Ph.D sebagai Moderator yang juga Direktur Pascasarjana USI.
Narasumber Surya Perdana menyampaikan, dalam pelaksanaan Pilkada serentak , sangat perlu memberikan pendidikan politik bagi pemilih agar mengerti dan tidak terjerumus dalam demokrasi transaksional sehingga jangan memberikan hak pilihnya berdasarkan figure tanpa memahami program yang akan dilakukan pemimpin itu sendiri. “Visi dan misi merupakan hal yang perlu dilihat dan bukan karena transaksional seperti kekerabatan atau uang,”ujarnya.
Sementara Galumbang Hutagalung menjelaskan, pemilihan serentak muncul dari adanya persoalan dari pemilihan sebelumnya. Disampaikan , realitas politik dengan system pemilihan yang terpisah selama ini memunculkan banyak konflik. Hal itu dilihat dengan adanya koalisi yang kurang begitu sehat dalam roda pemerintahan, terlebih dalam mengambil keputusan bersifat kebijakan strategis yang akan diambil pemerintah. Menurutnya, masalah ini muncul akibat adanya pemisahan pemilihan legislatif dan presiden dan ini tidak lepas dari peraturan yang ada, dimana peraturan itu berdiri sendiri. Peraturan yang dimaksud adalah UU No 4 pasal 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU No 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaran Pemilihan Umum, UU No 8 Tahun 2012 tentang pemilihan Umum anggota DPR , DPD dan DPRD serta UU No 8 Tahun 2015, penyempurnaan pperubahan UU No 1 tahun 2015.
Menurut Galumbang Hutagalung, ke-empat UU itu menimbulkan persoalan dalam pelaksanaannya. Ada beberapa poin yang secara prinsip cukup bertentangan dan atas hal ini, muncul pemikiran yang menghasilkan gugatan ke MK. “Masyarakat melihat adanya kelemahan dalam sistem Pemilu di Indonesia yang mengakibatkan fungsi Presiden sebagai Kepala Pemerintahan tidak bisa berjalan secara optimal. Dan, atas gugatan itu, munculah putusan MK No 14/PUU/XI/2013 tentang pelaksanaan pemilu serentak dan ini menjadi pintu masuk bagi pembangunan demokrasi Indonesia. Keputusan tersebut mempunyai implikasi terhadap penguatan sistem presidensial,”ujarnya.
Masih kata Galumbang , hasil pemilu dengan sistem serentak dapat dilihat secara relevan antara anggota legislatif terpilih dengan presiden terpiih terhadap penguatan sistem presidensial. Sistem presidensial disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan pemerintahan Negara republik, dimana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif. Dalam sisitem ini, presiden meiliki kekuasaan yang kuat karena selain sebagai kepala daerahjuga sebagai kepala pemerintahan yang mengetuai Kabinet.
Selanjutnya, Riduan Manik, SH., MHum, menyampaikan bahwa keputusan melaksanakan pemilu legislatif dan presiden secara serentak belum cukup untuk memperkuat sistem Presidensial Multi Partai. Menurutnya, ada sejumlah perubahan yang harus dilakukan dari sistem Pemilu maupun proses nominasi calon Presiden bila ingin memperkuat pelaksanaan sistem presidensial.
Dan, dalam seminar ini, sejumlah peserta menyampaikan pertanyaan dengan mengaharapkan bagaimana pemilihan serentak bisa berjalan dengan baik serta melahirkan pemimpin yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat. Peserta juga mengharapkan agar pada peraturan yang terkait dengan pemilihan, MPR RI mengkaji aturan mengenai keberadaan partai dengan penguatan sistem sehingga tidak memunculkan partai yang hanya memikirkan kepentingan partai itu sendiri. Dalam hal ini diharapkan peraturan mengembalikan perjalanan politik itu sendiri kepada nilai-nilai Pancasila.
Pada akhir acara, Martin Hutabarat selaku Wakil Ketua Pengkajian menjelaskan bahwa hasil kajian akan disampikan kepada DPR maupun lembaga lainnya. Kajian ini merupakan persipan amandemen UU untuk memberikan sistem pemerintahan yang jauh lebih baik, sehingga Pancasila selalu menjadi pondasi kebangsaan tetap berdiri sebagai ideologi.
Seminar ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, seperti mahasiswa, akademisi, anggota DPRD, Ormas, OKP, LSM, anggota KPU, Panwas, tokoh agama dan adat serta dari partai politik (Humas/Ulams)